Untuk Ibuku, Virginia
1. Menunggu untuk Pulang
Hati Ali berdebar kencang ketika ia bersandar di ayunan. Dengan sekuat tenaga ia mengayun setinggi mungkin ke udara. Bukan saja mencoba untuk menyentuh langit kelabu dengan sepatu koboi barunya tapi juga gembira karena akan pulang selama seminggu penuh. Ini Minggu natal! ibunya akan di rumah dan libur bekerja. Selain itu, karena ia ia tak mesti tinggal di asrama Mrs. Amity selama tujuh hari
“You are my sunshine, my only
sunshine, you make me happy when skies are
gray….” Ali bernyanyi dan
berusaha mengayun lebih tinggi lagi sambil menunggu mobil ibunya yang akan
muncul di halaman rumah Mrs. Amity. Kucir ekor kudanya yang pirang hampir
menyentuh tanah seiring kakinya menunjuk ke atas membentuk garis lurus mengarah
ke langit abu-abu. Ia begitu senang dan sangat siap untuk pulang. Kantung jeruknya
tergeletak dekat ayunan. Ia telah memetiknya untuk sang ibu, terutama para kerabat
yang pasti datang untuk makan malam Natal.
Dedaunan berterbangan di udara dan
berputar-putar di sekitar halaman belakang seolah menggambarkan kegembiraan Ali
untuk bertemu ibunya sebentar lagi. Ia benar-benar sendirian disitu dan
satu-satunya anak terakhir yang menunggu jemputan untuk libur natal.
“Kau belum pulang?” teriak
ibu Mrs, Amity yang tinggal di pondok bobrok halaman belakang .Hati Ali sedikit
menciut. Ibu Mrs. Amity sangat galak. Terkadang ia datang untuk menggebah kerumunan
anak-anak yang ingin memetik jeruk di halaman belakang. Lalu beralih mencekal
lengan atau kaki mereka dan berteriak “Jangan dekat-dekat pohonku, kalian
memang anak jalanan yang nakal.” Ali tak mengerti apa itu anak jalanan, tapi ia yakin itu sebuah
kalimat buruk.
“Ibumu belum menjemput sayang?” tanya Mrs. Amity dari jendela dapur rumah
utama. Dia adalah seorang wanita baik yang mengelola asrama. Ali begitu heran,
bagaimana ia bisa begitu menyenangkan sedangkan ibunya galak setengah mati?
Mungkin wanita tua itu benci tinggal di rumah kecil halaman belakang yang jauh dari semua orang. Atau bisa jadi ia
tak suka anak-anak. Satu-satunya yang akan dirindukan Ali di asrama adalah
sarapan waflle yang selalu disiapkan Mrs. Amity dan es krim pada malam harinya.
Ali , masih mengayun tinggi sampai
ia kehabisan napas untuk berteriak
“Ibuku belum datang , Mrs Amity.” sahutnya.
Tak lama, sebuah mobil besar memasuki
halaman asrama. Sekonyong-konyong
terdengar bunyi klakson keras dan panjang .
“TIIIIIIN ….TIIIIIIN….TIIIIIN”
Itu bukan ibu Ali, tapi neneknya.
"Lihatlah aku mengayun Nek!
" Teriak Ali yang bangga ketika ia mengayun tinggi ke langit yang mendung.
" TIIIIN….TIIIIN….TIIIIIN." Nenek Agnes kembali menekan klakson mobil .
"Lihat! Lihatlah aku
melompat Nek!" seru Ali memohon.
Nenek Agnes memutar kembali mobilnya
untuk keluar dan meninggalkan Ali. Bocah itu panik lalu melepaskan rantai ayunan.
Badannya berputar-putar sebelum akhirnya mendarat di semak-semak.
“Aduh !” pekik Ali meringis sambil mengusap
lututnya yang tergores. Pada saat yang sama disambarnya kantung jeruknya, lalu berjalan
tergesa-gesa menuruni trotoar untuk mengejar mobil neneknya.
“Tunggu aku. Tunggu aku Nek."
ratap Ali, air mata mulai bergulir di pipinya. Sebagian karena rasa sakit di
lututnya yang berdarah dan sebagian rasa takut karena tertinggal .
Mobil berhenti tiba-tiba, Nenek
Agnes mengulurkan tangan dan membuka pintu mobil.
“Harusnya kau langsung datang ketika
kubunyikan klakson untuk pertama kali, mengerti? " kata Nenek Agnes yang
menyerupai gurunya sambil menunjuk ke arah Ali.
“Cepat masuk!” lanjut neneknya tak
sabar. Ali naik ke mobil dan duduk di sana dengan air mata menggenang. Satu
tangannya memegang kantong jeruk dan satu tangan lainnya menggosok lututnya
yang berdarah.
“Merepotkan saja.” kata Nenek Agnes
sambil mengunyah permen karet dan melihat bolak-balik pada Ali dan jalan di
depannya.
“Ibumu
sangat mepet saat meneleponku untuk menjemputmu. Tahu nggak sih, masih banyak
hadiah-hadiah yang perlu kubungkus. “Memangnya aku pengangguran yang kapan saja
bisa disuruh menjemput anak-anak.” tambahnya marah. Tiba-tiba neneknya meminta
agar jendela dibuka.
“Aku kepanasan , kita perlu udara
segar.”
Sungguh aneh! Sejak Desember kan udara sangat dingin di
luar. Walau begitu Ali mencoba untuk menurunkan kaca jendela disisinya. Namun
di saat bersamaan jeruk yang di pangkuannya berjatuhan dan menggelinding di
sekitar lantai mobil. Mendadak, Nenek
Agnes menepikan mobilnya dekat trotoar lalu membungkuk dan mulai melemparkan
semua jeruk ke jalan.
"Jeruk-jeruk itu bisa
membuatku kecelakaan.” tukas Nenek Agnes. Mobil berjalan kembali. Ali berbalik
dan bangkit hati-hati dari duduknya.
Saat itu dilihatnya jeruk-jeruk itu berguling-guling di jalan dan
tergencet satu per satu oleh arus lalu
lintas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar