5 . Kepala Ayam dan Kenari
“Anak-anak,
waktunya berkunjung ke rumah Nenek Nettie. Pasti ia memiliki kejutan Natal
untuk kalian.” seru Caroline. Ali sangat menyukai nenek Nettie, ia jauh berbeda
dari Nenek Agnes. Ia takkan mengabaikanmu dan akan mengajakmu ngobrol. Ia
memiliki beberapa ayam kurus kering yang mati di halaman belakang rumahnya,
hmmm, sedikit mengerikan. Ia juga memiliki kandang dengan kelinci-kelinci kecil
yang dipeliharanya. Nenek Nettie juga memiliki jigsaw puzzle (teka-teki gambar berpotong) dengan banyak kepingan-kepingan
kecil yang tersebar di atas meja kartunya di ruang tamu. Bau kopi panas serta
roti baru dipanggang selalu memenuhi rumah kecilnya di Ranch Street.
Nenek Nettie sedang membuka pintu
depan emperan kayunya yang berantakan dan berdebu dimana terkadang ia
duduk-duduk di kursi goyangnya pada sore hari ketika Caroline melaju di halaman
rumahnya. Ia mengenakan daster cerah tanpa robekan. Kebanyakan dasternya
memiliki robekan kecil terutama di bawah lengan karena pekerjaannya yang
berhubungan dengan ayam dan kelinci di halaman belakang. Rambut abu-abunya disanggul
dengan beberapa helai rambut yang menjuntai pada lehernya.
“Selamat datang anak-anak!”
sambutnya sambil memeluk Ali dan Reynolds dengan lengannya yang kuat saat
mereka melangkah keluar dari mobil.
“Ayo masuk, Caroline. Kopi sudah tersedia dan hadiah
menunggu untuk dibuka.”
Reynolds berbisik di telinga Ali “Taruhan,
kamu akan dapat kepala ayam mati sebagai kado natal.”
“Taruhan, kamu akan dapat dua.” balas
Ali. Mereka langsung berlari menuju halaman
belakang untuk melihat kelinci dan apapun yang bisa mereka temukan di hutan
marga satwa Nenek Nettie. Ada pohon
kenari, kandang-kandang kelinci, dan kandang-kandang ayam. Memang bau sekali
disana tapi sangat menyenangkan.
Ali segera menuju kandang kelinci.
Hati-hati dibukanya pintu kawat yang mengurung Old Henrietta, kelinci
kesukaannya. Disitu ia dapat mendengar percakapan ibu dan neneknya karena jendela
dapur terbuka. Kadang-kadang menarik juga mendengarkan obrolan orang dewasa. (yang
tak menarik adalah mendengar mereka menyuruhmu untuk tidur).
Nenek Nettie meraih tangan Caroline
dan bertanya dengan senyumnya yang hangat dengan menghadap secangkir kopi.
“Suamimu sudah menelepon?”
“Tentu
saja. Dia menelepon dini hari tadi, mengucapkan selamat natal pada kami semua. Tidak
ngobrol lama sih karena mahalnya ongkos telepon jarak jauh. Tapi, senang
rasanya mendengar suaranya. Aku sangat merindukannya.” desah Caroline.
“Anakku itu memang tak bisa memikirkan
apapun kecuali bernyanyi. Dia akan mengisi pertunjukan besar dan baru pulang
suatu hari nanti.”
“Yah, kupikir begitu.” kata
Caroline pasrah, tak tahu masa depan seperti apa yang akan dihadapinya nanti.
“Jadi kamu masih berkutat dengan
mesin hitung di pabrik Chevrolet itu?” tanya Nettie sembari memberi Caroline secangkir kopi .
“Ya, masih bekerja di kantor agar
dapur tetap ngebul. Aku menjemput anak-anak setiap akhir pekan. Mereka begitu aktif. Sulit bagiku mengurus semuanya.
Jujur, aku tak suka menitipkan anak-anak di asrama, tapi aku sangat lelah
ketika pulang bekerja pada malam hari. Yah, itu satu-satunya yang terbaik yang
bisa kulakukan sekarang.” jawab Caroline mengedikkan bahu dengan perasaan
bersalah.
“Sayang, aku tahu kau sudah
melakukan yang terbaik. Aku tak
menghakimimu. Yah, kuharap aku bisa turut menjaga anak-anak. Tapi aku sudah
terlalu tua. Yang bisa kulakukan hanya menjual telur dan kenari di peternakan kecilku
ini.
“Oh ya, dimana anak-anak? Anak-anak! masuklah
kesini dan buka hadiah kalian” seru Nenek Nettie dengan suaranya yang
menggelegar dari jendela dapur.
Ali dan Reynolds berlari dari
halaman belakang dimana Reynolds sedang mencari beberapa kepala ayam mati yang biasa
ditemukan dekat pohon tua tunggul dimana sesekali nenek mereka memotong kepala
ayam untuk makan malam. Sebagian besar telurnya dijual ke penduduk setempat. Kepala-kepala
ayam itu bercampur dengan kenari yang berjatuhan dari pohon. Anak-anak akan
menginjak-injak sekitarnya dan membuat suara gemerisik.
Reynolds sedang berusaha mencari
kepala ayam untuk dilemparkan ke adiknya untuk membuatnya berteriak.
“Bu, Ali menguping ketika ibu dan
nenek ngobrol.” lapor Reynolds segera ketika ia masuk.
“Jangan jadi anak pengadu.” sahut
ibunya. “Cuci tangan kalian berdua. Waktunya membuka hadiah Natal.”
Ali menatap ibunya .
“Ada
apa Ali?”
“Apakah Reynolds dan aku seperti
kuda?”
“Apa sih yang kamu bicarakan. Ali?”
“Di televisi , para koboi mengurung
kuda mereka di kandang.”
“Dia pasti telah mendengar percakapan
kita tadi ketika kau bilang tidak suka menitipkan anak-anak di asrama.” kata
Nenek Nettie sambil tertawa kecil.
“Tidak Ali. Kamu tidak seperti kuda! Sekarang cuci
tanganmu.” kata ibunya. Anak-anak bergegas ke dapur untuk mencuci tangan. Caroline
menoleh kepada Nettie “Kupikir Ali
terlalu banyak menonton film koboi di televisi.”
Mereka berdua pun membuka hadiah
natal. Sebuah papan karambol baru untuk Reynolds dan topi koboi untuk Ali
sebagai kado natal. Nenek Nettie selalu tahu apa yang disukai Ali. Tak seperti Nenek
Agnes yang terus memberikan boneka dan saputangan buatannya. Nenek Nettie
memahami ia suka memanjat pohon, mencari udang di sungai dan tentu saja “menembak
orang jahat”
Setelah makan malam, Nenek Nettie
menyalakan televisi yang memutar film lama tentang pria tua bernama Scrooge yang
tidak suka Natal .
“Bagaimana mungkin ada orang yang
tak menyukai Natal?” tanya Ali sambil menguap. Nenek Nettie menariknya ke pangkuan dan Ali perlahan-lahan
tertidur.