“Good morning sir.” jawab
anak-anak serempak.
“How are you today?”
lanjut Mr Jalu menanyakan kabar.
“Wonderfull!!”
sahut murid-murid kelas V, dengan semangat luar biasa.
“Nah,
kali ini Mr Jalu mengajak murid baru untuk bergabung dengan kalian di kelas C.”
ujar Mr Jalu. Bocah perempuan di samping Mr Jalu itu tampak malu-malu.
“Nami
abdi teh Eulis, asal Garut, abdi tinggal
di kampung Pungkursari Salatiga.” Katanya memperkenalkan diri.
“Elis,
coba perkenalkan dirimu memakai bahasa Indonesia karena teman-teman tidak
mengerti bahasa Sunda.” pinta Mr Jalu. Eulis mengangguk.
“Nama
saya Eulis, saya dari Garut disini saya tinggal di kampung Pungkursari Salatiga.”
“Baiklah
Elis, kamu boleh duduk di bangku urutan ketiga sama Hana ya?” ujar Mr Jalu
sambil menunjuk tempat Hana duduk. Eulis berjalan menuju ke arahnya. Ia masih
tampak takut-takut.
“Boleh saya duduk sini?” tanya Eulis meminta izin.
“Tentu saja, aku malah senang akhirnya punya temen
sebangku lagi” jawab Hana girang.
“Terima kasih Hana.”
“You’re welcome” jawab
Hana berbahasa Inggris. Pandangan mereka kembali tertuju ke depan kembali.
“Hari ini Mr Jalu akan mengajarkan kalian sebuah lagu.”
“Yeee…..asyik asyik asyik.” sorak-sorai di kelas
terdengar begitu riuh. Hana terlihat paling antusias karena ia sangat suka
menyanyi, Eulis pun turut bergembira.
“Twinkle twinkle little star. How
I wonder what you are. Up above the world so high, like a diamond in the sky.
To get back home from where you are, just follow me, your angel star.”
Anak-anak
menyimak lagu yang dinyanyikan Mr Jalu dengan semangat. Mereka begitu mudah
cepat menghapal liriknya. Walaupun Eulis belum terlalu hapal, ia tetap
mengikuti dengan tepuk tangan yang menggebu-gebu.
“Mr Jalu ngajarnya asyik ya Elis?” bisik Hana pada Eulis.
“Naon?” Eulis
menoleh.
“Naon itu apa?”
tanya Hana tak mengerti.
“Apa.” jawab Eulis
“Iya apa?” tanya Hana lagi, ia malah makin bingung.
“Iya naon itu artinya
apa, Hana.” jawab Eulis lebih detail.
“Lah, kok malah balik tanya artinya apa?” Hana makin
terheran-heran.
“Hana, Elis ada apa? kenapa kalian ngobrol sendiri.” tegur Mr Jalu menuju ke bangku dua gadis itu. Seisi
kelas pun mendadak hening.
“Ini loh Mr Jalu saya tanya Elis, naon itu artinya apa?”
“Apa artinya Elis?” tanya Mr Jalu kepada murid baru itu.
“Apa Mr.” jawab Eulis mulai putus asa. Mr Jalu terdiam dan
berpikir sejenak.
“Oh….jadi naon
itu jika diartikan dalam bahasa Indonesia punya makna sama seperti kata ‘apa’ begitu
ya Elis?” kata Mr Jalu memastikan. Eulis mengangguk dan tersenyum.
“Satu lagi teman-teman dan Mr Jalu, nama saya Eulis yang
‘E’ nya dibaca seperti kata Elang bukan Elis seperti E biasa.” tutur Eulis
membenarkan lafal pengucapan namanya.
“Oooooooo
Eulis.” Hana mencoba mengucapkan nama teman barunya itu.
“Eulis.” Dito ikut-ikut melafalkan.
“Eulis.” Mr Jalu tak ketinggalan karena beliau juga
merasa salah melafalkan nama gadis Sunda itu.
“Te…..” bel panjang tanda istirahat berbunyi. Anak-anak
kelas lima SD V Salatiga berhambur keluar kelas menuju kantin sekolah untuk
jajan.
“Eulis aku mau beli es teh di sebelah sana, kamu mau
ikut?” tanya Hana kepada teman sebangkunya itu begitu mereka sampai di kantin.
“Saya pengen lihat-lihat makanan yang disini dulu.” kata
Eulis yang terlihat tertarik dengan makanan yang dijual Mbak Faridah.
“Ya sudah, aku kesana dulu ya, nanti kita ketemu di kelas.”
tukas Hana. Eulis mengangguk setuju dan mereka pun berpisah.
Eulis mengitari etalase jajanan Mbak Faridah yang
kelihatan lezat-lezat, ada aneka gorengan, kue sentiling, kue tok, gemblong,
nagasari dan masih banyak lagi. Di sekolahnya dulu Eulis jarang menjumpai
makanan semacam itu. Jadi, ia pun tak tahu nama-nama makanan yang di hadapannya
kini. Biasanya waktu istirahat dulu ia sering jajan cireng ato cimol tapi ia
paling suka kue moci yang berisi kacang tapi makanan itu tak ada disini.
Hemm…. kira-kira makan apa ya, batinnya. Ah ya bala-bala!
“Teh bala-balanya satu The.” kata Eulis kepada Mbak
Faridah.
“Teh, tolong
ambilin bala-balanya satu Teh, berapa
harganya?” Mbak Faridah yang sibuk melayani anak-anak yang lain pun mengabaikan
Eulis karena ia merasa tak menjual bala-bala.
Eulis menyerah, ia keluar dari kerumunan dan kembali ke
kelas dengan raut muram.
“Kamu kenapa Eulis, kok kelihatan sedih begitu, mana
jajananmu?” tanya Hana.
“Saya tadi mau beli bala-bala tapi
tidak dilayani?” ujar Eulis manyun. Hana bingung.
“Bala-bala? rasanya di kantin
sekolah nggak ada nama makanan itu,” batin Hana.
“Disini nggak ada yang jual makanan itu Eulis.” Hana
meyakinkan.
“Ada, tadi saya lihat di etalase yang jual Teteh…..saya tidak tahu nam teteh itu.”
“Mbak Faridah?”
“Ya mungkin itu Teteh Paridah.” kata Eulis yang masih
kental bahasa Sundanya dan belum bisa melafalkan huruf F dengan baik.
“Ayo kita kesana sekarang.” ajak Hana untuk melihat
makanan apa yang dimaksud Eulis.
Sesampainya di jajanan
Mbak Faridah, Eulis menunjuk nampan yang terletak di pojok etalase.
“Nah itu dia bala-balanya,” ujar Eulis sambil tersenyum.
Hana melihat ke arah yang ditunjuk Eulis. Sebentar kemudian ia tertawa
terpingkal-pingkal. “Kenapa kamu malah ketawa Hana?” tanya Eulis lagi.
“Eulis, makanan itu disini namanya bakwan.” kata Hana
yang masih menahan tawanya.
“Oooooh, saya kan nggak tahu, hehehehe.” Eulis
menggaruk-garuk kepalanya sambil meringis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar